greenboy_sagitarius

welcome

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industrys standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

TEMPAT BERSEMAYAMNYA LARE OSING


KABUPATEN BANYUWANGI
Satya Bhakti Praja Mukti


Provinsi: Jawa Timur
Ibu kota: Banyuwangi
Luas: 5,782.50 km²
Koordinat : 7.43° – 8.46° LS dan 113.53° – 114.38° BT
Penduduk:
· Jumlah : 1,540,000 (2003)
· Kepadatan : 266 orang/km²

Kecamatan : 24
Bupati : Ratna Ani Lestari, SE. MM
Kode telefon : 0333
situs resmi : www.banyuwangikab.go.id


SEJARAH
Kabupaten Banyuwangi, ialah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia, dengan ibu kotanya di Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di hujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Lautan Hindi di selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.
Sejarah Banyuwangi tidak terlepas daripada sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan sebahagian daripada Kerajaan Blambangan yang diketuai oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa itu,
Syarikat Hindia Timur Belanda (SHTB) menganggap Blambangan sebagai salah satu wilayah kekuasannya dari segi pentadbiran, atas dasar penyerahan kekuasaan bahagian timur Jawa (termasuk Blambangan) oleh Pakubuwono II kepada SHTB. Namun SHTB tidak pernah benar-benar menggunakan kuasanya sehingga akhir abad ke-17 apabila pemerintah Inggeris menjalin hubungan perdagangan dengan Kerajaan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenali sebagai Komplek Inggeris ialah tempat pejabat perdagangan pemerintah Inggeris.
Syarikat Hindia Timur Belanda (SHTB) bergerak dengan segera untuk menuntut kekuasaanya ke atas Blambangan pada akhir abad ke-17 dan dengan itu, mengakibatkan perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu, terdapat satu pertempuran yang dahsyat yang disebut Puputan Bayu kerana ia merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri daripada belenggu SHTB. Pertempuran Puputan Bayu berlaku pada 18 Disember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada akhirnya, SHTB-lah yang mencapai kemenangan dengan dilantiknya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi yang pertama dan dengan itu, menandakan kejatuhan kerajaan Blambangan.

GEOGRAFI
Banyuwangi ialah kabupaten yang terbesar di Jawa Timur. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran yang rendah sehingga pergunungan yang tinggi. Di kawasan yang menyempadani Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen yang merangkumi Gunung Raung (3,282 meter) serta Gunung Merapi (2,800 meter), kedua-duanya gunung berapi yang aktif.
Di bahagian selatan Kabupaten Banyuwangi terdapat perkebunan, peninggalan zaman Hindia-Belanda. Bahagian selatan yang menyempadani Kabupaten Jember merupakan kawasan pemuliharaan yang kini dilindungi oleh Simpanan Semula Jadi Meru Betiri, manakala di Semenanjung Blambangan juga terdapat simpanan semula jadi Taman Negara Alas Purwo.
Pantai Sukamade merupakan sebuah kawasan pengembangan penyu. Selain itu, pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu pengeluar ikan yang terbesar di Jawa Timur. Terdapat juga sebuah pelabuhan perikanan di Muncar.

PEMBAGIAN DAERAH
Kabupaten Banyuwangi terdiri daripada 24 buah kecamatan, yang dibahagikan pula kepada sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahannya di Kecamatan Banyuwangi.

DEMOGRAFI
Penduduk Banyuwangi cukup beragam, dengan suku Osing merupakan golongan majoriti. Namun terdapat juga suku Madura dan suku Jawa yang cukup besar, serta golongan-golongan minoriti seperti suku Bali dan suku Bugis.
Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan biasanya dianggap sebagai sebuah subsuku daripada suku Jawa. Mereka menggunakan bahasa Osing yang dikenali sebagai salah satu jenis bahasa Jawa yang tertua. Seni asli Banyuwangi termasuk kuntulan, gandrung, jaranan, barong, janger dan seblang. Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.

TRANSPORTASI
Jauhnya ibu kota Kabupaten Banyuwangi 239 kilometer di sebelah timur Kota Surabaya. Kota Banyuwangi merupakan hujung paling timur Jalur Pantura, serta titik landasan kereta api yang paling timur di Pulau Jawa.
Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai melalui dua batang lebuh raya, iaitu Jalur Utara dan Jalur Selatan. Jalur Utara merupakan sebahagian Jalur Pantura yang membentang Daru Ujung Kulon sehingga Pelabuhan Ketapang, manakala Jalur Selatan merupakan cabang Jalur Pantura dari Kabupaten Pasuruan melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember. Pelabuhan Ketapang terletak di bahagian utara kota Banyuwangi, dan menghubungkan Jawa dengan Bali melalui feri.

KEBUDAYAAN
Selain daripada merupakan daerah perlintasan dari Jawa ke Bali, Kabupaten Banyuwangi juga merupakan daerah pertemuan untuk berbagai-bagai jenis kebudayaan daripada berbagai-bagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh kebudayaan Jawa, Bali, Madura, Melayu, dan Eropah yang akhirnya membentuk sebuah kebudayaan tempatan yang tidak pernah ditemui di mana-mana wilayah di Pulau Jawa.

SENI TRADISIONAL
Seni tradisional khas Banyuwangi termasuk:
Gandrung Banyuwangi, Seblang, Janger Rengganis, Hadrah Kunthulan, Patrol, Mocopatan Pacul Goang, Jaranan Butho, Barong, Kebo-Keboan, Angklung Caruk, Gedhogan

MUSIK KHAS BANYUWANGI
Gamelan Banyuwangi yang khususnya digunakan dalam tarian Gandrung memiliki keistimewaan tersendiri, dengan adanya dua buah biola yang salah satunya dijadikan pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, seorang Eropah menyaksikan pertunjukan Gandrung yang diiringi dengan suling pada sekitar abad ke-19 dan mencuba menyelaraskannya dengan biola yang dibawanya. Irama yang dihasilkan oleh biola menyayat hati para penonton dan sejak itu, biola mulai menggantikan suling kerana ia dapat menghasilkan nada-nada yang tinggi yang tidak dapat dihasilkan oleh suling.
Alat-alat muzik tradisional yang digunakan untuk gamelan Banyuwangi adalah seperti yang berikut:
Kluncing, Kendhang, Kethuk, Kempul dal

Selain daripada gamelan untuk tarian Gandrung ini, gamelan yang digunakan untuk pertunjukan Angklung Caruk agak berbeza dengan gamelan Gandrung kerana adanya angklung buluh yang dilaraskan, sesuai tinggi nadanya. Untuk gamelan patrol, semua alat muziknya diperbuat daripada buluh manakala untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali dan Rengganis, gamelan Jawa yang lengkap. Khususnya seni Hadrah Kunthulan menggunakan rebana, beduk, kendhang, biola dan kekadangnya bonang (dipanggil "reong" dalam gamelan Bali).

PROSESI PERANG BANGKAT DALAM PERNIKAHAN SUKU USING BANYUWANGI


Lamaran Unik yang Sarat Simbol Kelanggengan

LAMARAN: Upacara perang bangkat di Singojuruh, Banyuwangi.

Masyarakat asli Banyuwangi punya cara unik dalam melangsungkan pernikahan. Mereka selalu melakukan tradisi perang bangkat.

“Soraaak…, ayo maju!” tegas ketua rombongan mempelai pria saat berjalan mendekati rumah pengantin putri.
Dengan membawa berbagai kebutuhan rumah tangga, iring-iringan rombongan mempelai pria itu terus bergerak. Setiba di dekat rumah pengantin putri, mereka dihadang oleh jambangan. Terpasang selembar kain jarit yang diibaratkan sebagai gerbang.Dari dalam gerbang, salah satu keluarga pengantin putri yang jadi penjaga gerbang menanyakan keperluan datangnya rombongan tidak dikenal itu. Begitu dijawab bahwa maksud kedatangannya adalah melamar sang putri, penjaga gerbang itu langsung marah dan menolak mereka. “Kami akan tetap melamar sang putri,” tegas ketua rombongan pengantin putra.
Penjaga gerbang dan ketua rombongan pengantin putri, sempat adu mulut. Hingga akhirnya, keduanya bertarung (perang) dengan menggunakan berbagai senjata. Senjatanya bukan senjata yang lazim digunakan untuk berperang. Mereka menggunakan senjata alat dapur seperti irus, siwur, kelapa, telur dan bahkan ayam hidup. Dalam perang ini, pihak penjaga gerbang ternyata kalah. “Kalau begitu, lamaran saya terima. Tapi, kami minta syarat,” pinta penjaga gerbang itu.
Sebagai syarat, ketua rombongan lalu menyerahkan berbagai ‘upeti’ seperti kasur dan bantal, kembang panca warna, wanci kinangan, wanci kendi, dan sebagainya. “Semua ini, kami serahkan untuk sang putri sebagai syarat,” cetus ketua rombongan mempelai pria.
Itulah sekilas pelaksanaan perang bangkat, yang jadi tradisi khusus dalam suku Using pada pernikahan. Dalam upacara itu, peran ketua rombongan dan penjaga gerbang dilakukan oleh sesepuh Suku Using yang dianggap memiliki kelebihan tertentu. “Perang bangkat ini tradisi yang sudah berjalan turun temurun,” cetus Sanawi, sesepuh Suku Using yang kali ini berperan menjadi ketua rombongan pengantin laki-laki.
Pernikahan yang diharuskan melaksanakan tradisi perang bangkat ini, ternyata hanya berlangsung dalam kondisi tertentu saja. Bila kedua pasangan pengantin itu sama-sama anak sulung atau bungsu, maka perang bangkat harus dilaksanakan. “Atau sulung dapat anak bungsu, ini juga harus dilakukan perang bangkat,” sebut sesepuh adat yang tinggal di Dusun Sukorejo, Desa Lemahbang Kulon, Kecamatan Rogojampi itu.
Upacara tradisi perang bangkat ini, semuanya berupa simbol-simbol. Alat perang berupa irus, siwur, kelapa, dan telur, semuanya hanya menjadi simbol agar pasangan pengantin ini bisa langgeng. “Irus maksudnya pasangan pengantin harus terus sampai kakek-nenek hingga meninggal, sedang siwur itu maksudnya kalau ngomong jangan ngawur,” ungkap tokoh masyarakat lainnya Sapuan, yang dalam upacara ini bertindak sebagai penjaga gerbang dalam upacara tersebut.
Sanawi dan Sapuan mengaku tidak tahu, sejak kapan upacara tersebut mulai dilaksanakan. Yang jelas, ini sudah menjadi tradisi dan berlangsung turun-temurun. “Perang bangkat ini ibaratnya seperti tolak balak. Kalau tidak melakukan, biasanya pasangan pengantin akan banyak godaan dan rintangan,” sebut Sapuan.
Dalam perang bakat ini, diakhiri dengan dipertemukan pasangan pengantin. Keduanya, diminta untuk bersalaman sambil didoakan oleh sesepuh suku Using. Semua itu, mirip dengan prosesi ijab dan kabul dalam sebuah pernikahan. “Tapi tradisi ini bukan ijab dan kabul lho, ini hanya upacara tradisi saja,” terang Sanawi.

TAMAN NASIONAL ALAS PURWO



A. Selayang Pandang
Taman Nasional Alas Purwo (atau biasa disingkat Alas Purwo) terletak di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di Kecanatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bagi masyarakat sekitar, nama alas purwo memiliki arti sebagai hutan pertama, atau hutan tertua di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, tak heran bila masyarakat sekitar menganggap Alas Purwo sebagai hutan keramat. Sehingga, selain diminati sebagai tujuan wisata alam, kawasan Alas Purwo juga diyakini memiliki situs-situs yang dianggap mistis yang menjadi magnet bagi para peziarah untuk melakukan berbagai ritual di hutan ini.
Taman nasional yang diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0—322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl). Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar 43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu, yang menempati areal sekitar 40 % dari seluruh area yang ada. Secara umum, keadaan tanah di taman ini sebagian besar adalah tanah liat berpasir, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa tanah lempung. Curah hujan per tahun rata-rata berkisar antara 1.000—1.500 mm dengan temperatur antara 27°-30° C, dan kelembaban udara antara 40—85 %. Biasanya, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sementara musim penghujan terjadi sebaliknya, yaitu pada bulan Oktober hingga April.

B. Keistimewaan

Taman Nasional Alas Purwo sangat tepat bagi para pelancong yang gemar menjelajahi hutan, mengamati tumbuhan dan satwa liar, atau penggemar wisata pantai, penikmat selancar air (surfing), atau mereka yang menyukai wisata ziarah. Taman Nasional Alas Purwo memang memiliki hutan yang masih alami, beberapa pantai dan teluk yang indah, serta situs-situs mistis yang kerap menjadi lokasi bersemedi atau tirakat masyarakat setempat dan para pendatang. Mengunjungi Taman Nasional Alas Purwo, wisatawan dapat mengamati kekayaan flora dan fauna yang ada. Taman nasional ini memiliki setidaknya 13 jenis bambu dan 548 jenis tumbuhan lain yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana, dan pohon. Tumbuhan khas dan endemik yang terdapat di taman nasional ini yaitu sawo kecik (manilkara kauki) dan bambu manggong (gigantochloa manggong). Tumbuhan lainnya adalah ketapang (terminalia cattapa), nyamplung (calophyllum inophyllum), kepuh (sterculia foetida), dan keben (barringtonia asiatica). Kondisi alamnya yang masih alami membuat Taman Nasional Alas Purwo menjadi habitat yang cocok bagi berbagai satwa liar, seperti lutung budeng (trachypithecus auratus auratus), banteng (bos javanicus javanicus), ajag (cuon alpinus javanicus), rusa (cervus timorensis russa), macan tutul (panthera pardus melas), kucing bakau (prionailurus bengalensis javanensis), serta burung merak (pavo muticus) dan ayam hutan (gallus gallus). Tak hanya satwa darat, satwa air yang langka dan dilindungi seperti penyu lekang (lepidochelys olivacea), penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu sisik (eretmochelys imbricata), serta penyu hijau (chelonia mydas) juga menjadi penghuni di pantai selatan taman nasional ini (Pantai Ngagelan). Selain area hutan, Taman Nasional Alas Purwo juga memiliki padang savana bernama Sadengan dengan luas + 20 hektar, terletak sekitar 12 km dari pintu masuk taman nasional di Pasar Anyar. Padang savana ini merupakan padang penggembalaan satwa liar seperti banteng, kijang, rusa, kancil, babi hutan, burung merak, ayam hutan, dan berbagai jenis burung lainnya. Tentu saja, di tempat ini wisatawan dapat mengamati langsung aktivitas hewan-hewan liar tersebut. Sekitar 1,5 km dari padang savana Sadengan, terdapat Pantai Trianggulasi. Nama trianggulasi diambil dari sebuah Tugu Trianggulasi, yaitu tugu penanda untuk keperluan pemetaan yang berada di pantai ini. Pantai Trianggulasi memiliki hamparan pasir putih yang cukup luas dengan formasi hutan pantai yang didominasi oleh pohon bogem dan nyamplung. Lokasi ini cukup cocok untuk kegiatan wisata bahari, berkemah, maupun menyaksikan matahari tenggelam (sunset). Pantai ini juga menyediakan wisma tamu dan pesanggrahan yang dapat digunakan wisatawan sebelum melanjutkan penjelajahan ke obyek-obyek wisata berikutnya. Dari Pantai Trianggulasi, berjarak sekitar 5 km arah barat merupakan lokasi Pantai Ngagelan, tempat untuk menyaksikan berbagai jenis penyu. Pantai ini menjadi tujuan penyu untuk bertelur, serta menjadi lokasi khusus penangkaran penyu. Penyu-penyu tersebut umumnya mendarat di pantai pada bulan Januari sampai September setiap tahun. Pada bulan-bulan tertentu pula, biasanya diadakan kegiatan pelepasan penyu-penyu yang sudah siap terjun ke alam bebas. Obyek wisata yang juga menarik di Taman Nasional Alas Purwo adalah Segara Anakan, yaitu sebuah teluk kecil sepanjang 18,8 kilometer dengan lebar rata-rata 400 meter. Di teluk yang menghadap ke Samudera Hindia ini, wisatawan dapat bersampan, berenang, memancing, bermain ski air, atau mengamati tumbuhan mangrove dan burung-burung migran dari Australia. Segara Anakan terkenal sebagai pantai yang memiliki kawasan hutan mangrove terluas di Jawa Timur. Tercatat setidaknya 26 jenis mangrove di kawasan ini yang didominasi oleh rhizopora, bruguiera, avicenia, dan sonneratia. Selain menyaksikan mangrove, pada bulan Oktober hingga Desember, wisatawan juga dapat menikmati ribuan burung migran dari Australia. Ribuan burung tersebut terdiri dari 16 jenis burung, seperti cekakak suci (halcyon chloris/todirhampus sanctus), burung kirik-kirik laut (merops philippinus), trinil pantai (actitis hypoleucos), dan trinil semak (tringa glareola). Tak hanya obyek-obyek wisata alam, Taman Nasional Alas Purwo juga memiliki situs-situs ziarah yang banyak dikunjungi wisatawan untuk memohon berkah. Situs-situs ziarah tersebut tidak dapat dilepaskan dari legenda Alas Purwo sebagai tempat terakhir pelarian rakyat Majapahit yang tersingkir akibat menguatnya desakan penyebaran agama Islam saat itu. Salah satu bukti sejarah yang masih nampak adalah Pura Luhur Giri Salaka, yaitu tempat ibadah bagi masyarakat Hindu di sekitar taman nasional (biasa disebut orang Blambangan). Masyarakat Hindu di sini diyakini merupakan keturunan rakyat Majapahit yang berpindah menuju Semenanjung Belambangan. Pura Luhur Giri Salaka biasanya ramai dikunjungi penganut agama Hindu pada saat dilangsungkannya upacara Pagerwesi, yaitu upacara mensyukuri anugerah ilmu pengetahuan yang diturunkan oleh para dewata. Upacara ini dilakukan setiap 210 hari sekali. Selain pura tersebut, masih ada dua gua yang dianggap keramat, yaitu Gua Padepokan dan Gua Istana, yang menjadi lokasi pilihan bagi mereka yang menyukai olah semedi atau meditasi. Taman Nasional Alas Purwo sebetulnya memiliki sekitar 40 buah gua, baik berupa gua alam maupun gua buatan yang sangat cocok untuk para penjelajah gua. Salah satu gua buatan yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Gua Jepang, yang di dalamnya terdapat dua buah meriam peninggalan Jepang sepanjang 6 meter. Apabila masih memiliki waktu yang cukup, wisatawan juga dapat menikmati pesona Gunung Kawah Ijen, sebuah gunung yang kesohor karena penambangan belerangnya, yang masih berada dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Gunung Kawah Ijen terletak sekitar 33 km arah utara dari taman nasional ini.

C. Lokasi

Taman Nasional Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia.

D. Akses

Kota Banyuwangi terletak sekitar 290 km arah timur Kota Surabaya (Ibu Kota Provinsi Jawa Timur) dan dapat ditempuh dengan bus atau kereta api. Sementara dari Pulau Bali, Banyuwangi terletak sekitar 10 km arah barat yang hanya dipisahkan oleh Selat Bali. Untuk menyeberang ke Banyuwangi, wisatawan dapat memanfaatkan jasa Kapal Ferry dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Pelabuhan Ketapang. Dari Kota Banyuwangi, Taman Nasional Alas Purwo, dapat dicapai dengan menggunakan mobil sewaan (carter mobil Colt) menuju Pasar Anyar dengan jarak tempuh sekitar 65 km. Dari Pasar Anyar wisatawan dapat menyewa truk atau ojek menuju pos pintu utama di Rawa Bendo. Untuk jasa ojek, wisatawan harus membayar sektar Rp 20.000 menuju Rawa Bendo (Januari 2009). Wisatawan yang ingin memasuki kawasan Taman Nasional Alas Purwo biasanya diwajibkan mendaftarkan diri serta membayar tiket di Pos Rawa Bendo ini. Dari Rawa Bendo, wisatawan dapat memulai penjelajahan hutan, mengunjungi situs-situs ziarah, atau langsung menuju obyek wisata pantai, seperti Segara Anakan, Pantai Trianggulasi, Pantai Ngagelan, serta lokasi surfing di Plengkung.

E. Harga Tiket

Untuk masuk ke Taman Nasional Alas Purwo pengunjung harus membayar tiket masuk di Pos Rawa Bendo. Pembayaran tiket masuk dibedakan menurut pekerjaan/profesi pengunjung. Besaran harga tiket masih dalam konfirmasi.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo telah dilengkapi fasilitas pemandu, yaitu para Jagawana (penjaga hutan) atau asisten Jagawana yang dapat dimintai bantuan untuk memandu penjelajahan. Untuk jasa pemandu ini, wisatawan harus merogoh kocek antara Rp 75.000 sampai Rp 150.000 per hari. Di kantor pengawasan taman nasional juga terdapat beberapa mobil Jeep untuk patroli serta sepeda motor trail yang dapat disewa untuk keperluan penjelajahan. Apabila membawa kendaraan pribadi, wisatawan juga dijamin tidak akan kesasar menyusuri hutan karena telah dilengkapi papan-papan petunjuk menuju berbagai obyek wisata di dalam taman nasional ini. Papan petunjuk tersebut juga dilengkapi keterangan jarak yang harus ditempuh (berapa kilometer), serta sarana menuju lokasi (misalnya dapat ditempuh dengan mobil, sepeda motor, atau jalan kaki). Selain memiliki beberapa lokasi perkemahan, di beberapa pantai seperti di Pantai Trianggulasi dan kawasan Plengkung atau G-Land juga telah tersedia penginapan. Bahkan di kawasan G-Land saat ini telah memiliki beberapa cottage bagi para peselancar yang dibangun dengan nuansa yang alami dan menyatu dengan alam. Bahan-bahan bangunannya misalnya terdiri dari kayu, bambu, dan tali-temali dari ijuk. Tak hanya itu, suasana alami juga terlihat dari lampu minyak tanah yang dipakai, serta ruang tidur yang menyerupai gerobak sapi tempo dulu. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, conttage yang diperuntukkan bagi para peselancar dunia ini dihargai sekitar 30 US Dollar per malam. Jika Anda menginginkan penginapan yang lebih sederhana, terdapat beberapa wisma tamu di Pos Rawa Bendo seharga Rp 100.000 per malam. Selain itu, di sekitar Pos Rawa Bendo juga terdapat beberapa warung makan. G-Land, Surga Peselancar Dunia Dideretan pantai di semenanjung blambangan terdapat pantai yang indah dan menarik, banyak orang biasa menyebutnya dengan G-Land atau plengkung, tempat wisata ini bukan hanya menjadi konsumsi para wisatawan lokal akan tetapi telah menjadi pilihan menarik bagi wisatawan manca. sebegitu menarikkah G-Land? hingga pesonanya mendunia. Plengkung dikenal sebagai pantai terbaik untuk surfing di dunia, nama plengkung juga disebut dengan G-Land, huruf G berasal dari kata Grajagan, nama dari sebuah teluk yang memiliki ombak yang besar. G-Land dikelilingi oleh hutan tropis yang masih alami. G-land menawarkan olahraga surfing yang paling digemari oleh para surfer professional. Diantara 12 bulan kalender, bulan mei sampai oktober adalah bulan-bulan terbaik untuk surfing, karena dibulan ini akan ditemui panjang dan ketinggian ombak yang maksimal, sesuai catatan panjang gelombang dapat mencapai 2 kilometer. Maka tak diragukan lagi bahwa G-Land merupakan surga bagi para peselancar. Dilokasi wisata pantai ini telah tersedia Cottage dan juga jungle camp dekat pantai. Pantai plengkung terletak di pantai selatan Banyuwangi, ujung timur Jawa timur. Para pengunjung dapat mencapai pantai ini dengan dua jalur ; lewat darat maupun darat dan laut.
1.
Lewat darat : Banyuwangi – Kalipahit ( 59 km) dengan kendaraan angkutan umum bus, Kalipahit – Pasaranyar ( 3 km ) dengan ojek atau sewa mobil. Pasar anyar – Trianggulasi – Pancur ( 15 km ), Pancur – Plengkung ( 9 Km ) dengan mobil khusus. Jadi jarak total dari Banyuwangi kota - Plengkung kurang lebih mencapai 86 km.
2.
Lewat Darat dan laut : Banyuwangi – Benculuk ( 35 km ) naik bus atau kendaraan umum lainnya, Benculuk – Grajagan ( 18 km ) dengan kendaraan umum, Grajagan – Plengkung menggunakan Speedboat. Kedua jalur menuju plengkung tersebut semuanya tidak masalah. Jika pengunjung memilih melalui grajagan. Penginapan di pantai grajagan juga telah tersedia. Dan para pengunjung bisa menikmati keindahan pantai grajagan sebelum berangkat ke pantai Plengkung. Kebanyakan dari para peselancar berangkat dari Bali, melalui Banyuwangi langsung ke G-Land atau ke Grajagan, kemudian menyewa Speedboat menuju ke plengkung. Silahkan datang dan nikmati keindahan salah satu obyek wisata unggulan Kabupaten Banyuwangi, sekaligus tempat wisata unggulan Jawa Timur ini, kami menyambut anda dengan tangan terbuka, ramah dan tulus.

PANTAI PLENGKUNG


pantai plengkung 3“G-Land, The Seven Giant Waves Wonder” Julukan tersebut diberikan oleh peselancar asing utk gulungan ombak di pantai Plengkung yg berlokasi di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Banyuwangi, Jawa Timur. G punya tiga konotasi yg berbeda: Green, krn lokasinya di tepi hutan, Grajagan, nama point terdekat sebelum ada jalan melintas di hutan atau Great krn salah ombak yg terbaik di dunia. Apapun artinya, itulah julukan buat sebuah nama lokal bernama Plengkung. Ombak di Plengkung merupakan salah satu yg terbaik di dunia. Ombak setinggi 4-6 meter sepanjang 2 km dlm formasi 7 gelombang bersusun “go to left” cocok ditunggangi oleh peselancar kidal. Selain Plengkung utk peselancar prof, ada juga Pantai Batu Lawang utk belajar. Ombak disini disebut “twenty-twenty” yg artinya twenty minute utk mendayung ketengah dan twenty minute menikmati titian omb

pantai plengkung 2TNAP selain surganya peselancar juga tempat yg bisa memuaskan kegemaran berpetualang menembus hutan, mengamati satwa di Sadengan dan berkunjung ke gua2 mistis. Entah kenapa TNAP juga tempat yg paling banyak dikunjungi utk tujuan meditasi dgn berbagai latar belakang etnis dan religius dari seluruh Indonesia. Beberapa orang bahkan telah bertahan 3 tahun bermeditasi dihutan/ gua dgn hanya makan makanan seadanya atau daun2an yg didptkan disekitarnya. Gua2 tempat bermeditasi adalah Gua Istana, Gua Putri dan Gua Padepokan, selain Gua Macan yg konon punya nilai mistis tinggi. Gua ini dicapai dari Pos Pancur sejauh 2 km berjalan kaki.

Selain Gua meditasi, terdapat Pura Tua yg sudah ada disana jauh sebelum TNAP ada. Kenunikan pura tsb. berada ditengah hutan TNAP. Gua tsb. Bernama Giri Seloka; banyak dikunjungi penganutnya pada hari suci Pager Wesi.

Sadengan tempat observasi 200 an ekor banteng, juga rusa dan merak, berada tak jauh dari pintu masuk Rawabendo, 3 km jalan makadam melalui tanaman jati tua yg telah dihutankan statusnya. Pantai Ngagel tempat penangkaran penyu belimbing, abu2 dan hijau hanya berjarak 3 km dari Rawabendo melalui jalan makadam dan pasir pantai.

TNAP yg lokasinya berada diujung timur yg menyempit, memiliki banyak sekali pantai bagus nan sunyi, jauh dari hiruk pikuk turis kota. Pantai-pantai-nya tergolong bagus dan berpasir putih spt. pantai Trianggulasi. Disini terdpt penginapan yg cukup bagus utk bermalam, tetapi konon arusnya paling deras.

pantai plengkung 1Pantai Gotri dgn pasir putihnya yg berbentuk bulat besar2 pasirnya sangat ringan, sehingga terasa sulit utk berjalan dipantainya. Ada lagi Pantai Parang Ireng dengan pasirnya yg hitam legam. Di pantai antara Pancur ke Plengkung terdapat hutan sawo kecik unik yg tumbuh berjajar ditepi pantai. Buah sawo kecik hutan dgn kulitnya yg berwarna merah tidak ada yg memanen dan berjatuhan ditanah, buahnya bisa dimakan langsung dgn rasanya yg manis.

Hutan TNAP dapat dicapai melalui kota Banyuwangi kearah Muncar atau Benculuk terus kearah Pasar Anyar melalui Tegal Dlimo. Dari sini melaju sejauh 10 km melalui jalan makadam menuju pintu utama Taman Nasional di Rowobendo. Dari Rowobendo, 3km dgn jalan makadam menuju ke pos Pancur. Dari Pancur jalan bercabang2 menuju Sadengan, pantai Ngagel atau terus ke Plengkung. Dari Pancur ke Plengkung sejauh 6km, walaupun jalan aspal yg masih baru (sebagian kecil saja belum selesai), sementara ini hanya boleh dicapai dgn 3 cara: berjalan kaki selama 2 jam, naik motor trail TNAP beserta jagawananya, atau menggunakan angkutan khusus pick up yg dikelola TNAP. Kendaraan pribadi hanya boleh diparkir di pos Pancur. Lokasi pantai Ngagel, Sadengan, pantai Trianggulasi dpt dicapai dlm hitungan sebentar dari Pancur krn bisa ditempuh dgn mudah menggunakan kendaraan apa saja.

PETIK LAUT MUNCAR BANYUWANGI




Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), berharap bisa menjadikan Tradisi Petik Laut yang dilaksanakan rutin setiap tahun oleh masyarakat nelayan di Kecamatan Muncar, sebagai salah satu pariwisata budaya nasional yang diakui pemerintah.

Hal tersebut disampaikan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari saat menghadiri Upacara Tradisional Petik Laut tahun 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muncar, Banyuwangi, Sabtu (2/1/2010).

Menurut Ratna, petik laut yang dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan Suro dalam kalender Jawa, tidak sekadar agenda rutin nelayan Muncar tetapi sudah menjadi salah satu aset budaya Kabupaten Banyuwangi.

“Hampir setiap tahun kegiatan ini selalu menyedot perhatian ribuan masyarakat, tidak hanya warga Banyuwangi, tapi juga masyarakat luar daerah. Tentunya ini salah aset yang harus terus dipertahankan dan diharapkan mampu menjadi daya tarik wisata,” kata Ratna.

Bupati berharap penataan dan pengemasan kegiatan petik laut bisa lebih baik dan menarik di tahun-tahun mendatang, sehingga masyarakat bisa menyaksikan dan menikmati berbagai rangkaian kegiatan ritual tersebut.

Untuk mewujudkan petik laut sebagai pariwisata budaya nasional, Pemkab Banyuwangi menggalang dukungan dari masyarakat melalui program “SMS polling” dengan menggandeng operator seluler Telkomsel.

Masyarakat khususnya pengguna Telkomsel dapat berperan serta dalam mendukung budaya nasional petik laut dengan mengetik PLM (Petik Laut Muncar) dan mengirimkannya ke nomor 9937. Dari setiap SMS akan disisihkan Rp 250 untuk disumbangkan kepada koperasi nelayan di Muncar.

“Budaya petik laut Muncar bukan sekadar upacara mengucap syukur yang dilakukan nelayan, tapi juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan agenda pariwisata nasional,” kata Vice President Jawa Bali Telkomsel, Gilang Prasetya.

Ia menambahkan dukungan Telkomsel terhadap kegiatan petik laut merupakan program peduli kebudayaan dalam mendukung usaha pemerintah memajukan sektor pariwisata di Indonesia.

Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Sujani mengatakan, kegiatan Petik Laut di Muncar menjadi acara puncak dari kegiatan serupa berskala lebih kecil yang dilakukan nelayan di sejumlah wilayah di Banyuwangi.

“Semua nelayan Banyuwangi kumpul di Muncar dan mengadakan upacara syukuran bersama atas hasil laut yang mereka dapat selama satu tahun terakhir,” katanya didampingi tokoh masyarakat Banyuwangi, Hasnan Singodimayan.

Upacara Petik Laut yang dimeriahkan sejumlah kesenian tradisional Banyuwangi itu, diakhiri dengan melarungkan (melepas) sesajian berupa hasil pertanian dan laut yang diletakkan dalam sebuah perahu ukuran kecil ke tengah laut.